KPK Tahan 41 Anggota Dewan Malang Terjerat Korupsi
BINTANGNEWS.com – Sekitar
170-an Pedagang Kaki Lima (PKL) korban penggusuran Satpol PP berunjukrasa di
depan Balai Kota Malang, lalu mengadu ke DPRD Kota Malang. Masalahnya, dari 46
anggota DPR, hanya lima yang masih bekerja. Sementara 41 lainnya berada dalam
tahanan KPK - sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana.
Selasa (4/9) itu kendati di luar
sempat riuh oleh unjuk rasa, di dalam gedung DPRD, suasana sangat sepi. Dari
lima legislator tersisa, hanya dua orang yang hadir. Yakni Wakil Ketua DPRD
Kota Malang Abdurrohman dan Nirma Chris Desinidya. Sedangkan tiga anggota dewan
lain yang tak terlihat di gedung dewan.
Keduanya berusaha bersikap seperti
biasa, dengan menerima pengaduan para pedagang yang tiga hari sebelumnya
digusur Satuan Polisi Pamong Praja saat berjualan di hari bebas kendaraan.
"Kami sudah berkirim surat ke
DPRD belum berbalas sampai sekarang," kata koordinator aksi, Edy Susanto.
Ia berharap lima anggota DPRD Kota Malang bisa menyalurkan tuntutan mereka.
Meski cuma tersisa lima anggota.
Wakil Ketua DPRD Kota Malang,
Abdurrohman mengaku pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan meski hanya
tersisa lima anggota dewan. Termasuk menerima laporan dan pengaduan PKL korban
penggusuran Satpol PP hari itu.
"Kami mendengarkan aspirasi
mereka dan mencarikan solusi," ujar Abdurrohman kepada Eko Widianto,
seorang wartawan kota Malang yang meliput untuk BBC News Indonesia.
Ke-41 anggota dewan terjerat kasus
korupsi dengan dugaan menerima hadiah untuk memuluskan pembahasan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2015.
Dalam kasus itu, disebutkan bahwa
setiap anggota dewan menerima antara Rp 12 juta sampai Rp 200 juta dari bekas
Wali Kota Malang Mohamad Anton yang memberikan hadiah dengan nilai total Rp700
juta kepada pimpinan dan anggota DPRD Malang.
Majelis Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Surabaya memvonis M. Anton dan bekas Kepala Dinas Pekerjaan
Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistyono dengan hukuman
dua tahun penjara. Sementara bekas Ketua DPRD Kota Malang M. Arief Wicaksono
divonis lima tahun penjara.
Pada tahap pertama sebanyak 19 anggota
dewan yang ditetapkan tersangka. Puncaknya, Senin 3 September, KPK menetapkan
lagi 22 anggota DPRD sebagai tersangka.
Akibatnya, semua agenda yang
ditetapkan Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Malang terbengkalai. Seperti
agenda penyampaian Laporan Keuangan dan Pertanggungjawaban (LKPJ) akhir Wali
Kota Malang yang dijadwalkan Senin, 3 September 2018 batal digelar.
"Tak bisa mengambil keputusan,
tak memenuhi kuorum," kata Abdurrohman pula.
Menunggu
penggantian
Dalam keadaan yang ganjil ini,
sejumlah partai mengupayakan penyelesaian dengan mengajukan penggantian anggota
DPRD bermasalah itu, dalam mekanisme yang disebut Pergantian Antar Waktu (PAW).
Abdurrohman sendiri, adalah
satu-satunya anggota fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang tak jadi tersangka.
"Para anggota dewan bersangkutan telah mengundurkan diri," ujarnya.
Dan sebagai anggota Dewan Syuro PKB
Kota Malang, ia seudah menyiapkan berkas PAWbagi empat anggota Fraksi PKB
bermasalah, sementara satu lagi baru ditetapkan sebagai tersangka Senin
kemarin.
Sebelumnya Sekretariat DPRD Kota
Malang sudah pula mengirimkan surat agar partai-partai segera mengajukan proses
PAW, agar fungsi DPRD Kota Malang kembali normal.
"Kondisi darurat, berkejaran
dengan waktu. Masa kerja DPRD berakhir Agustus 2019," ujar Abdurrohman.
Sementara sesuai peraturan PAW tak bisa dilakukan maksimal enam bulan sebelum
berakhir masa kerja.
Yang juga sudah mengajukan PAW adalah
PDIP. Ketua DPC PDIP Kota Malang I Made Rian Diana Kartika hari ini menyerahkan
empat berkas PAW atas nama M. Arief Wicaksono, Suprapto dan Tri Widiani dan
Abdul Hakim. Fraksi PDIP memiliki 11 anggota dewan, tiga berstatus terdakwa,
seorang terpidana dan lima berstatus tersangka. Sedangkan dua anggota lain
berstatus saksi.
"DPP PDIP menginstruksikan agar
segara mengambil langkah taktis agar roda pemerintahan tak terganggu,"
katanya.
Sedangkan lima anggota lain telah
mengundurkan diri dan segera diproses PAW. Made prihatin kader PDIP yang
melanggar integritas partai.
Sekretaris DPRD Kota Malang Bambang
Suharijadi terus pula berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. Ia menyebut,
pemerintahan Kota Malang terancam lumpuh lantaran proses legislasi,
penganggaran dan pengawasan DPRD tak berjalan.
"Saya mendapat perintah dari
Wakil Ketua mengantar surat ke Kemendagri untuk berkonsultasi," katanya.
Sejumlah agenda pembahasan peraturan daerah dan penyusunan anggaran terhenti.
Pelaksana Tugas Wali Kota Malang Sutiaji agenda penting yang terhenti meliputi
pembahasan APBD-P 2018 dan APBD induk 2019.
Aktivitas pemerinatahan dan pelayanan
publik bisa terhenti jika mekanisme penganggaran APBD terhambat. "Nanti
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ke Balai Kota. Saya belum bisa
jelaskan," kata Sutiaji
Pembahasan APBD Perubahan 2018 dan
APBD 2019, kata Sutiaji, yang substansial. Jika APBD terbengkalai akan
mempengatuhi pembangunan dan anggaran keuangan. Sehingga dikhawatirkan akan
mengganggu mekanisme pelayanan publik dan layanan administrasi. Termasuk pelayanan
pendidikan dan kesehatan yang penting bagi rakyat.
Rakyat
bisa dirugikan
Koordinator Badan Pekerja Malang
Corruption Watch (MCW) M. Fachrudin yang dikutif Viva.co.id menyebutkan kondisi ini sangat berbahaya karena anggaran
kesehatan dan pendidikan bakal terganggu. Sehingga harus segera dicarikan
solusi. Menteri Dalam Negeri, katanya, bisa mengeluarkan diskresi. Sesuai
Undang-Undang 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan bisa mengeluarkan
diskresi jika ada kekosongan hukum dan terjadi stagnasi.
"Jangan sampai masyarakat
dirugikan." Berdasar fakta persidangan terungkap keterlibatan kasus
tersebut dengan pejabat Pemerintah Kota Malang yang lain. Sehingga
dikhawatirkan akan menyusul pejabat Pemerintah Kota Malang menjadi tersangka.
Fachrudin menegaskan publik berharap KPK menuntaskan kasus korupsi Kota Malang
sampai tuntas.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN)
Universitas Muhammadiyah Malang Sulardi mendesak Kementerian Dalam Negeri
membuat terobosan hukum atau diskresi. "Pemerintahan Kota Malang harus
diselamatkan. Pelayanan publik harus tetap berjalan," kata Sulardi yang
juga Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN/Hukum Administrasi Negara Jawa Timur.
Menurutnya, pemerintah pusat melalui
Kementerian Dalam Negeri atau Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus mengambil
alih pemnyelenggaraan pemerintahan Kota Malang. Pemerintah bisa membuat
kebijakan tertentu agar mekanisme penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan penyusunan peraturan daerah tetap berjalan.
"Sebenarnya ketentuannya tak ada,
jadi ini bagian dari terobosan hukum," ujarnya.
.(bin)
Ikuti
Terus Sumber Informasi Dunia di twitter@bintangnews.com