BINTANGNEWS.com –
Pemerintah menyatakan belum akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) meski
harga minyak dunia terus melonjak. Perubahan harga dianggap dilematis, bukan
hanya dari hitungan ekonomi tapi juga politik.
Adapun di saat yang sama harga minyak
mentah West Texas Intermediate.(WTI) juga naik 1,3% menjadi US$74,34 per barel.
Pengamat ekonomi dari Institute For
Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai daya
beli masyarakat berpotensi terdampak negatif jika harga BBM tak segera
disesuaikan.
"Ketergantungan impor minyak yang
tinggi akan melemahkan nilai tukar rupiah, ini akan berdampak pada kenaikan
harga barang impor, lalu memukul daya beli masyarakat," kata Bima, Senin
(08/10).
Seluruh faktor yang disebut Bhima
memiliki hubungan sebab-akibat secara ekonomi.
Agustus 2018, impor minyak dan gas
(migas) Indonesia mencapai angka tertinggi dalam setahun terakhir, yakni
US$3,04 miliar.
Tingginya impor minyak mentah
beriringan dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Awal pekan ini US$1
setara Rp15.193, menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate.
Di sisi lain, kata Bhima, jika
pemerintah menaikkan harga BBM, inflasi berpotensi meninggi. Salah satu
penyebabnya, alokasi pembelian masyarakat akan beralih, dari barang konsumsi
seperti sembako ke bentuk BBM.
Kenaikan harga BBM mau tak mau harus
terjadi.
Menurut Bhima, harga minyak dunia
berpotensi terus naik, terutama karena kebijakan luar negeri AS di bawah Donald
Trump yang tak dapat diprediksi.
Pemerintah mensubsidi solar sebesar
Rp2.000 per liter, sedangkan Pertamina menanggung selisih harga keekonomian dan
harga jual premium.
Namun Bhima menduga opsi meningkatkan
harga BBM tak akan diambil pemerintah jelang pemilihan presiden 2019.
Bhima menilai dampak negatif ekonomi
yang berpotensi ditanggung masyarakat dapat mempengaruhi citra Presiden Jokowi
dihadapan pemegang hak suara.
"Pilihan pemerintah, mau didemo
sekarang atau tahun 2019? Tahun depan nilai rupiah terhadap dolar AS mungkin sudah
mencapai Rp15.600," kata Bhima dikutif BBC
Indonesia.
"Sakit nanti atau sekarang,
sama-sama sakit. Tapi kalau harga BBM naik secara bertahap, efeknya bisa
direduksi."
"Kalau lebih cepat ditangani,
kenapa tidak? Keputusan jangan selalu demi elektabilitas politik," ujarnya
menambahkan.
Harga BBM dinilai berpengaruh pada
kepuasan masyarakat pada kinerja pemerintah. Menteri ESDM, Ignasius Jonan,
menyebut pemerintah tak akan meningkatkan harga BBM.
Dirjen Migas pada Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto, pun belum menanggapi permintaan
wawancara terkait hal ini, via telepon maupun pesan singkat.
Namun merujuk pernyataan Menteri ESDM
Ignasius Jonan, awal September lalu, harga BBM tidak akan berubah dalam waktu
yang belum ditentukan.
"Pemerintah tidak merencanakan
kenaikan harga BBM dalam waktu dekat. Udah itu jawabannya," kata Jonan
kepada pers di Jakarta, 4 September.
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero)
menyatakan akan mengambil sikap yang sesuai dengan arahan pemerintah.
"Kami berpedoman kepada aturan
yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri ESDM 41/2018," kata juru bicara
perusahaan pelat merah itu, Adiatma Sarjito.
Adiatma menyebut sikap Pertamina juga
berhubungan dengan Peraturan Presiden 191/2014.
Beleid itu mengatur, harga solar,
minyak tanah, serta premium di luar Jawa dan Bali ditentukan oleh pemerintah.
Sementara harga premium di Jawa dan
Bali, serta bahan bakar lain seperti Pertalite, Pertamax, dan Dex ditetapkan
oleh Pertamina dengan sepengetahuan menteri ESDM.
Pengamat menganggap kerugian Pertamina
setiap tahun disebabkan, salah satunya, oleh tanggungan biaya untuk membuat
harga premium tetap terjangkau.
Bagaimanapun, Kurtubi, anggota Komisi
VII DPR dari Fraksi NasDem, salah satu partai pendukung pemerintah, menganggap
wajar kebijakan pemerintah untuk menahan harga BBM. Ia menilai kenaikan harga
BBM harus dipertimbangkan secara komprehensif karena dapat berdampak luas.
"Menaikkan harga BBM punya dampak
signifikan pada kenaikan harga barang dan jasa yang bisa memicu kenaikan
inflasi, menurunkan daya beli masyarakat, dan menambah jumlah orang menjadi
miskin."
"Ada ongkos yang harus
dikalkulasi secara cermat," kata Kurtubi saat dihubungi.
Merujuk Peraturan Menteri ESDM
40/2018, satu-satunya BBM yang disubsidi pemerintah adalah solar, yakni Rp2.000
per liter.
BBM jenis premium tak lagi disubsidi
pemerintah, melainkan menjadi tanggungan Pertamina. Perusahaan minyak negara
itu harus membayar selisih harga keekonomian dan harga jual.
Selama pemerintahan Jokowi, harga BBM
tercatat beberapa kali naik-turun. Juli lalu misalnya, Pertamax dan Pertamax
Turbo naik Rp600 per liter.
Pada saat yang sama, ketika itu,
pemerintah menyesuaikan harga Pertamax di beberapa daerah, antara lain Papua
dan Maluku, dari Rp11.750 menjadi Rp9.700.
Indonesia merupakan importir minyak
terbesar ke-20 di dunia, sebanyak 386.000 barel per hari. Angka itu tertera
dalam catatan kelompok Joint Organisations Data Initiative (JODI) yang bergiat
dalam transparansi data.
Adapun salah satu faktor meningkatnya
harga minyak belakangan ini adalah sanksi AS terhadap Iran, salah satu dari 10
negara penghasil minyak terbesar di dunia.
AS mendesak seluruh negara dan
perusahaan berhenti membeli minyak dari Iran per 4 November mendatang.***
.(bin)