BINTANGNEWS.com –
Sejumlah pihak menyayangkan ekspresi kegeraman calon presiden Prabowo Subianto
kepada media yang disebutnya tidak mau meliput acara Reuni 212 yang dihadiri
"11 juta orang".
"Koreksi yang dilakukan terhadap
wartawan, saya kira bukan pada tempatnya dan kemudian dengan diksi ekspresi
kemarahan yang tampak sikapnya bermusuhan," kata Ketua Dewan Kehormatan
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ilham Bintang dalam wawancara dengan
wartawan BBC News Indonesdia,
Rohmatin Bonasir.
Dalam acara peringatan Hari
Disabilitas Internasional di Jakarta, Rabu (05/12), awalnya Prabowo mengatakan,
"Hampir semua media tidak mau meliput 11 juta lebih orang yang
kumpul."
'Ingin
menghancurkan RI'
Dikatakannya sejumlah media melaporkan
peserta Reuni 212 hanya ratusan ribu. Ia merujuk pada acara Reuni 212 di
Jakarta pada Minggu (02/12). Jumlah peserta acara itu pun masih diperdebatkan
sejauh ini.
Lebih lanjut Prabowo, tanpa menyebut
nama wartawan dan nama media, mengatakan sebagian media mempublikasikan berita
bohong. Ia pun mengajak hadirin untuk tidak perlu menghormati wartawan.
"Boleh kau cetak ke sini dan ke
sana. Saya tidak mengakui Anda sebagai jurnalis. Enggak usah saya sarankan
kalian hormat sama mereka lagi, mereka hanya anteknya orang yang ingin
menghancurkan Republik Indonesia," kata Prabowo, sebagaimana dikutip
berbagai media di Indonesia.
Bagaimanapun, Ketua Dewan Kehormatan
PWI, Ilham Bintang, meyakini Prabowo tidak berniat bermusuhan dengan wartawan.
"Karena Pak Prabowo pasti tahu
bahwa wartawan tidak mungkin menjadi pemecah belah bangsa, tidak mungkin
menghancurkan negeri ini karena wartawan itu bagian integral dari bangsa
Indonesia," tegasnya.
Mengakui pentingnya wartawan dan media
bersedia menerima koreksi, Ilham Bintang menyarankan kepada Prabowo untuk
menggunakan jalur-jalur yang sudah ada, misalnya memberikan hak jawab dan
meminta koreksi, dan bila perlu, mengadu ke Dewan Pers.
Wakil ketua Partai Gerindra pimpinan
Prabowo, Ferry Juliantono, meminta agar pernyataan ketua umumnya itu sebagai
kritik terhadap media yang selama ini dianggap memihak terkait dengan pemilihan
umum legislatif dan pemilihan presiden 2019.
"Pertama kami tentu berterima
kasih atas jasa, andil media yang selama ini membantu kami, Pak Prabowo
Subianto.
"Media diharapkan berada dalam
posisi yang netral, tidak berpihak dan kemudian memberikan kedua kubu,"
kata Ferry Juliantono.
Namun, lanjutnya, karena sebagian perusahaan
media di Indonesia dimiliki oleh pimpinan partai politik yang sekarang
berseberangan dalam berkoalisi, maka sulit menemukan keseimbangan itu.
"Media-media tertentu sudah
kelihatan menjadi partisan, tidak lagi menjadi pilar demokrasi tetapi cenderung
menjadi corong kekuasaan dan menyembunyikan fakta-fakta yang ada,"
paparnya.(bin)
Ikuti
Terus Sumber Informasi Dunia di twitter@bintangnews.com