TKI di Luar Negeri Masih Merasa 'Dimanfaatkan' Tapi Usai Pemilu 'Dilupakan'
BINTANGNEWS.com –
Pabrik dan perkebunan di Malaysia tempat tenaga kerja Indonesia mencari nafkah
belakangan sering didatangi para politikus yang berharap dapat duduk di kursi
DPR setelah pencoblosan kertas suara dalam Pemilu 2019.
"Bukannya dipinang, yang pasti
(kami) ya dimanfaatkan. Para politikus mendekat kalau menjelang pemilu, tapi
pasca pemilu sudah lupa. Tidak pernah tampak lagi."
Demikian penuturan Nasrikah,
koordinator Serantau - perkumpulan tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Fenomena yang disebutnya
"dimanfaatkan dan kemudian dilupakan" itu telah berulang kali terjadi
sehingga dalam pemilu kali ini pun ia bersama sesama pemilih lainnya tidak
menaruh harapan terlalu tinggi terhadap para politikus yang hendak mendulang
suara mereka.
Sentimen serupa juga terjadi di
kalangan buruh migran Indonesia di Hong Kong.
"Selama tiga atau empat periode
ini kita dilibatkan dalam pemilu, tapi pendekatannya adalah pendekatan
menjelang pemilu dan bukan pendekatan yang memang dipupuk untuk jangka panjang
sehingga kesan kami masih tetap; sebelum pemilu mereka ramai, menemui, mengajak
menjadi suporter tetapi setelah pemilu kita sama-sama tidak tahu ke mana mereka
pergi," ungkap ketua Aliansi Migran Internasional, Eni Lestari di Hong
Kong.
Modal 'mantan TKI gelap, pengacara'
Akan tetapi salah seorang calon
anggota legislatif yang berusaha menarik dukungan pemilih di luar negeri
meminta para pemilih untuk tidak menyamaratakan semua calon.
"PMI (pekerja migran Indonesia)
adalah saudara saya, karena saya pada tahun 2011 pernah menjadi TKI ilegal
tanpa dokumen di Malaysia dan saya pernah pulang lewat kapal tongkang dari
Johor ke Batam.
"Jadi mereka adalah posisi
sebagai saudara serantau saya dan sampai hari ini," tegas Datuk Muhamad
Zainul Arifin, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ia tercatat sebagai salah seorang
caleg dari daerah pemilihan II DKI Jakarta yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta
Selatan, dan luar negeri.
Jumlah pemilih di luar Indonesia
adalah 2.058.191 orang, mayoritas berada di Malaysia.
Dengan modal status sebagai mantan
tenaga kerja gelap selama tiga tahun di Malaysia dan sebagai pengacara, Muhamad
Zainul Arifin mengaku ia memahami persoalan yang dialami tenaga kerja
Indonesia.
"Maka ketika saya melakukan
kunjungan, saya mencoba untuk meyakinkan mereka. Jadi ada seorang sosok mantan
TKI dan bahkan ilegal, pernah menyeberang dari Johor ke Batam dengan tongkang,
mencoba untuk maju dan membawa aspirasi mereka.
"Kebetulan saya berlatar belakang
pengacara, jadi lebih mudah bagi saya untuk menyampaikan persoalan mereka.
Salah satunya perlindungan hukum, jelas Muhamad Zainul Arifin.
Janjinya, jika mengantongi cukup suara
untuk melenggang ke gedung DPR RI, adalah mendirikan tempat singgah di dekat
perwakilan Indonesia untuk memudahkan TKI mengurus dokumen atau sebagai tempat
menginap ketika dalam proses berganti majikan.
"Saya akan buat shelter atau
suatu tempat berkumpul dan singgah sementara bagi PMI yang (pekerja migran
Indonesia) membutuhkan secara gratis dan memberikan bantuan hukum dari
pengacara secara gratis bagi yang memerlukan," kata caleg yang juga
menjadi anggota Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur itu.
'Sosialisasi tak maksimal'
Pesta demokrasi Indonesia yang digelar
lima tahunan juga dirasakan oleh komunitas Indonesia di luar negeri.
Selain lewat kunjungan para politikus
yang berharap kunjungan politik itu dibalas dengan pemberian suara, para
pemilih juga mengikuti perkembangan pemilu lewat situs berita online dan media
sosial.
Bagaimanapun di tataran lapangan,
sosialisasi langsung di Malaysia dirasakan kurang maksimal. Salah satu
indikasinya, daftar pemilih tetap di Malaysia seharusnya lebih besar dari angka
sekitar 900.000 orang.
"Padahal Malaysia adalah negara
tujuan buruh migran (Indonesia) terbesar dan meski tidak ada data yang valid
terkait jumlah BMI di Malaysia." Demikian koordinator Serantau, Nasrikah,
memberikan alasan.
Jumlah tenaga kerja Indonesia, baik
yang berdokuman maupun yang tidak berdokumen di Malaysia diperkirakan lebih
dari dua juta orang.
Kampanye pemilu legislatif dan pilpres
Datuk Muhamad Zainul Arifin sebagai
salah seorang calon anggota DPR dengan cakupan pemilih di luar negeri mengaku
telah berkampanye langsung ke Malaysia, Hong Kong dan Makau.
Yang tak luput, katanya, adalah
sekaligus mengemas pesan kampanye calon presiden dan wakil presiden yang
diusung PPP, pasangan Joko Widodo- Ma'ruf Amin.
"Isu pilpres seiring, sejalan
selalu ikut bersama kampaye diri saya. Dari stiker, spanduk dan alat peraga
lainya tetap meletakkan 01 sebagai salah satu perjuangan 2019," terang
Muhamad Zainul Arifin.
Di Arab Saudi tak bisa sosialisasi
terbuka
Berbeda dengan apa yang dilakukan
caleg PPP, Muhamad Zainul Arifin, dengan 'blusukan' ke pabrik dan tempat-tempat
berkumpul TKI di Malaysia dan Hong Kong, sosialisasi pemilihan legislatif dan
pemilihan presiden penuh kendala di Arab Saudi.
Meski begitu, panitia pemilihan
mengaku berusaha maksimal untuk melakukan sosialisasi pemilu kepada warga
negara Indonesia yang tinggal di negara kerajaan itu.
"Arab Saudi ini adalah negara
tertutup. Artinya, kita tidak bisa mengadakan sosialisasi secara terbuka. Itu
tidak boleh, harus minta izin ke otoritas," kata Ketua PPLN Riyadh,
Murjasa M. Solly, yang dilansir BBC
Indonesia dalam wawancara telepon dengan wartawan BBC News Indonesia,
Rohmatin Bonasir.
Ditambahkannya, pada umumnya warga
negara Indonesia yang bekerja di Arab Saudi terpencar-pencar di berbagai
wilayah yang jauh dari lokasi PPLN, di samping mereka juga sulit dihubungi
karena terikat dengan majikan.
Adapun sosialisasi yang dilakukan
sejauh ini diadakan di KBRI dan di tempat-tempat komunitas WNI.
Para pemilih di luar negeri akan
mencoblos pada 8-14 April 2019.
Suara lebih dari dua juta pemilih
Indonesia di mancanegara penting bagi para caleg untuk dapat duduk di kursi
DPR, tetapi sebagaimana dikatakan oleh para nara sumber tadi, dukungan mereka
dalam bentuk suara perlu dipupuk pasca pencoblosan."(bin)