Uri Davis Penganut Yahudi yang Kini Jadi Mualaf Pejuang Palestina
BINTANGNEWS.com – Dia sudah terbiasa mengunjungi sinagoge. Setidaknya
sekali dalam sepekan. Di sana, Uri dan keluarganya memanjatkan doa,
mengutarakan harapan diri sendiri dan keluarga. Bersama penganut Yahudi
lainnya, dia tenggelam dalam suasana religius.
Bermodal dukungan negara Barat,
sebagian dari mereka mendirikan pemerintahan dan bala tentara yang kemudian
menginjak-injak dan membantai masyarakat pribumi Palestina. Di atas darah
masyarakat Palestina, mereka mendeklarasi kan Israel sebagai negara Yahudi.
Dalam suasana seperti itulah Uri Davis
menjalani masa kecil. Baku hantam antara militer Israel dengan orang sipil
Palestina bu kanlah hal yang aneh. Sakingsering menyaksikan hal tersebut, Uri
berpikir, bukankah ada hal lain yang lebih mulia? Di mana kebersamaan, kekeluargaan
yang banyak ditemukan di belahan dunia lain? Mengapa itu tidak ada di
Yerusalem, kota tem pat dia tumbuh menjadi manusia dewasa.
Ayahnya bernama Joseph Stanley,
seorang Yahudi Inggris yang bertemu ibunya, Blanca Bluhme Kacerova, seorang
warga Slowakia, di British Mandatory Palestine pada pertengahan 1930-an.
Sembilan tahun kemudian, mereka membangun rumah tangga. Empat tahun kemudian,
mereka dikaruniai Uri yang makin mengikat asmara keduanya.
Meski menganut Yahudi, Uri tak setuju
dengan zionisme. Yahudi dinilainya sebatas agama yang tidak perlu mendirikan
negara. Tidak perlu membesar-besarkan zionisme yang mengakibatkan pertumpahan
darah.
Tinggal di Israel, Uri terkena
keharusan untuk mengikuti wajib militer. Ini sesuatu yang menurutnya membebani
kehidupan. Sebab, usia muda seharusnya dimanfaatkan untuk menemukan terobosan,
sehingga menjadi kebanggaan dan modal menunjukkan eksistensi. Saya berusaha
untuk menolak, ceritanya, sebagaimana diberitakan the Guardian.
Seorang prajurit militer membawanya ke
pinggiran, memisahkan Uri dari barisan pemuda. Dia dibawa mendekati pepohonan
nan rindang. Apa yang kamu lihat di sini? tanya si prajurit. Uri menjawab
"pepohonan". Lalu pemuda itu dibawa makin dalam memasuki hutan. Di
sana mereka menemukan tumpukan batu-batu.
Si prajurit menjelaskan, batu-batu ini
dipakai masyarakat setempat untuk menimpuki prajurit Israel. Tentara tadi ingin
membakar amarah Uri agar menganggap orang Palestina sebagai musuh. Namun, itu
tak terjadi. Ada alternatif. Kita bisa mengundang mereka dan saling berbagi.
Ada harapan yang bisa kita upayakan untuk hidup bersama, ujar pemuda tersebut.
Namun, pendapat itu tak didengar.
Meski terus membantah, Uri tetap harus mengikuti wajib militer. Wajib militer
dijalaninya dengan kesal.
Ketika menjadi pemuda, dia bertemu
dengan wanita Yahudi, Nira Yuval, di Yerusalem pada 1965. Keduanya sering
bertemu dan menemukan kecocokan, sehingga melangsungkan pernikahan pada tahun
yang sama.
Namun, mahligai asmara yang mereka
bangun ternyata runtuh 10 tahun kemudian. Jurang perbedaan memisahkan keduanya.
Ada perbedaan pendapat. Sedangkan keduanya bersikeras pada pendirian
masing-masing. Perpisahan menjadi jalan yang mereka tempuh. Pada 1977, mereka
resmi hidup sendiri-sendiri.
Meski baru bercerai, Uri begitu cepat
mendapatkan penggantinya. Pada tahun yang sama, dia menikahi Tosje Maks di
Zeist, wanita asal Belanda. Namun, lagi-lagi harus bercerai setelah hidup
bersama selama 12 tahun.
Pada 1985, dia mengunjungi Oslo untuk
bekerja. Di sana, dia bertemu dengan Sirkku Pajunen dan menikah dengannya.
Namun, tetap saja ada ketidakcocokan. Setelah 21 tahun hidup bersama, akhirnya
mereka berpisah juga.
Dua tahun setelah itu, Uri masih
berupaya untuk menjadi kepala rumah tangga. Kali ini, dia memilih jalan yang
berbeda, yaitu meninggalkan tradisi keagamaan yang sudah dijalaninya sejak
kecil. Ya, dia meninggalkan keyakinan Yahudi yang sudah puluhan tahun dianutnya
dan beralih ke Islam.
Bertempat di pengadilan agama Islam di
Baka el-Garbiye, dia bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya. Resmilah dia menjadi seorang Muslim. Saya memeluk Islam dan mengede
pankan semangat toleransi untuk membangun kebersamaan, ujarnya yang dikutf Republika.co.id.
Kemudian menikahi seorang wanita
Palestina bernama Miyassar. Wanita aktivis Fa tah itulah yang kini mewarnai
kehi dupannya. Namun, pernikahan ini membuatnya menghadapi berbagai tantangan.
Dia harus berjuang dan berhadapan de ngan Israel.
Setelah bergabung dengan Fatah, Uri
memulai periode panjang pengasingan atas saran pengacaranya untuk menghindari
jeratan hukum negeri Yahudi itu. Dia mengajar di sejumlah universitas di
Inggris, termasuk Bradford, Exeter, dan Durham. Di sana, dia menghabiskan
waktunya untuk penelitian dan studi akademik.
Pengacara Davis, Tawfiq Jabarin,
menjelaskan bahwa Pemerintah Palestina mengenal Uri atas pengorbanannya yang besar
untuk menegakkan hak asasi manusia. Dia mencatat, pernikahan keduanya adalah
perkembangan sosial yang mengagumkan. Sebab, keduanya berasal dari dua
komunitas yang selama ini saling berseberangan.
Jabarin mengatakan, pernikahannya
dilakukan dengan sederhana sesuai adat Palestina. Sekitar 50 tamu menghadiri
pesta pernikahan tersebut. Mereka menjadi saksi ke seriusan Uri dan Miyassar
menjalin asmara.
Dari tempatnya mengajar, Uri
melancarkan pendapatnya, mengkritik Israel yang selama ini telah membantai masyarakat
Palestina. Yang menjadi harapannya adalah kerukunan dan kebersamaan di negeri
yang dulu dibebaskan Shalahuddin al-Ayyubi tersebut. Sehingga, perdamaian dunia
menjadi kenyataan.(bin)
Ikuti
Terus Sumber Informasi Dunia di twitter@bintangnews.com