DPR Harus Panggil Mendikbud Terkait Penerimaan Siswa Baru Berdasarkan Zonasi
BINTANGNEWS.com – Dewan
Perwakilan Rakyat berencana memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi
yang berjalan kisruh di sejumlah daerah.
"Terus yang kedua, sejauh mana
evaluasi yang sudah dilakukan terhadap PPDB tahun 2017, 2018. Ketiga, bagaimana
kesiapan dan perangkat di lapangan sehingga kebijakan ini tetap
dilaksanakan," kata Reni kepada BBC News Indonesia.
Berdasarkan sistem zonasi yang
diterapkan Kementerian Pendidikan, seleksi penerimaan siswa baru didasarkan
pada jarak rumah ke sekolah.
Sekolah negeri harus menerima calon
siswa yang tinggal di wilayah yang sama, sebanyak minimal 90 persen dari daya
tampung sekolah. Adapun siswa di luar zonasi bisa masuk lewat jalur prestasi
atau jalur perpindahan tugas orang tua atau wali, dengan kuota masing-masing
maksimal 5 persen dari daya tampung sekolah.
Dilansir BBC Indonesia, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi
bertujuan mengatasi ketimpangan pendidikan.
Kekisruhan dalam proses penerimaan
siswa baru dirasakan Yuyun, seorang ibu yang baru saja mendaftarkan anak laki-lakinya
ke satu SMA negeri di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Ia mengaku sudah berada di sekolah
sejak pukul lima pagi demi mendapatkan nomor antrean, kemudian prosesnya baru
selesai pada tengah hari.
"Panjang banget antreannya,
banyak banget, lama lagi prosesnya," kata Yuyun, yang mengaku tidak bisa
melakukan pendaftaran online.
Yuyun menilai sistem zonasi merugikan
anaknya, karena menghambat sang anak untuk mendaftar di sekolah-sekolah negeri
di Kota Bandung, yang ia pandang lebih berkualitas.
"Jadi terfokus di sini aja...
Sementara yang NEM-nya (nilai hasil ujian nasional) tinggi kan kita inginnya
pada sekolah di Bandung, mempermudah ke perguruan tinggi," tuturnya kepada
BBC News Indonesia.
Kualitas sekolah 'belum merata'
Wakil ketua Komisi X DPR, Reni
Marlinawati mengatakan, ada orang tua yang merasa dirugikan oleh sistem zonasi
lantaran kualitas semua sekolah negeri di daerah belum sama - sehingga orang
tua berlomba-lomba mendaftarkan anaknya ke sekolah "unggulan".
Reni menilai, penyaluran bantuan
pendidikan oleh pemerintah daerah selama ini belum merata.
"Kadang-kadang dinas ini hanya
membantu sekolah itu-itu saja setiap tahun, padahal sudah bagus; sementara
sekolah negeri yang satunya tidak pernah dibantu-bantu. Jadi sebenarnya itu
dulu yang perlu diselesaikan, jadi tidak ada disparitas mutu sekolah,"
ujar Reni.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sistem zonasi tidak akan hanya
diterapkan pada PPDB, tapi juga kurikulum, sebaran guru, dan kualitas
sarana-prasarana. Dalam waktu dekat, Kemendikbud akan menerapkan rotasi guru di
dalam zona.
"Pemerataan guru diprioritaskan
di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan
dirotasi antarzona."
"Rotasi guru antarkabupaten/kota
baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru
dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi," kata Muhadjir
dalam keterangan tertulis.
Mendikbud juga menyampaikan bahwa
penetapan zona prinsipnya fleksibel dan melampaui batas-batas wilayah
administratif. Jika terdapat kendala akses atau daya tampung sekolah tidak
cukup, zona bisa diperlebar sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
"Cukup ada perjanjian kerja sama
antar pemerintah daerah mengenai hal ini," ujarnya.
Pengamat pendidikan Itje Chodidjah
mengatakan bahwa kekisruhan di lapangan tidak bisa dijadikan alasan untuk
menghapus PPDB sistem zonasi - meski ia menyarankan perbaikan pada teknis
pelaksanaannya, agar tidak merugikan orang tua dan anak-anak.
Menurut Itje, kebijakan tersebut memiliki
tujuan yang lebih besar, yakni pemerataan akses pendidikan.
Itje mengatakan, sistem zonasi
seharusnya mendorong kesadaran setiap pemerintah daerah untuk membenahi
pendidikan di daerahnya.
"Pemerintah daerah harusnya
menyadari bahwa ketika ada gap di mana di daerahnya itu tidak ada sekolah
negeri, kemudian ada sekolah yang jaraknya jauh dan sebagainya, ini yang
harusnya menjadi bagian dari refleksi daerah untuk memperbaiki akses merata
pendidikan pada rakyat di daerahnya," kata Itje.
"Sebanyak 20 persen anggaran APBD
yang mestinya dikeluarkan oleh pemerintah daerah ini tentunya, seiring dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, memang dikeluarkan untuk meningkatkan
kualitas di daerah mereka sendiri."
Sementara Mendikbud mengajak orang tua
untuk mengubah pola pikir sekolah unggulan dan non-unggulan. Sekolah, kata
Mendikbud, harus mendidik semua siswa tanpa terkecuali.***
.(bin)
Ikuti Terus Sumber Infomasi Dunia Di
Twitter @Bintangnews.Com