Apa Pandangan Kaum Wanita Atas Wacana Aceh akan Punya Aturan Poligami
BINTANGNEWS.com –
Wacana Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Syariat untuk mengesahkan qanun
atau peraturan daerah bertajuk Hukum Keluarga yang didalamnya mengatur tentang
pernikahan antara satu laki-laki dengan beberapa perempuan (poligami) dianggap
tidak penting bagi sejumlah istri.
Namun pemerintah Aceh beralasan
peraturan baru diperlukan "demi menjaga keadilan dan kepastian
hukum".
Salah satu suara yang paling vokal
diutarakan oleh Darwati, istri gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Darwati,
yang dilaporkan telah dipoligami.
Ia mengatakan bahwa ia tidak setuju
dengan praktik poligami, seharusnya pemerintah mendidik masyarakat untuk setia
dan bertanggung jawab dalam perkawinan, untuk menjaga seluruh anggota keluarga
baik secara lahir maupun batin.
"Secara syariah dalam hukum Islam
segala ketentuan dalam poligami sudah diatur dengan sedemikian rupa, masih
banyak nilai lain yang harus dipenuhi, salah satunya akhlak.
"Jadi tidak penting mengurus
poligami karena monogami saja belum tentu beres," jelas Darwati dalam
pesan Whatsapp kepada wartawan di Aceh, Hidayatullah, yang melaporkan untuk BBC
News Indonesia, pada Senin (08/07).
Selanjutnya Darwati mempertanyakan
mengapa pernikahan poligami dengan dalih ingin mengikuti ajaran Nabi Muhammad
tampak lebih diutamakan, padahal masih banyak sunnah lainnya yang harus
diikuti.
"Setingkat Rasulullah saja
menikah secara monigami selama 25 tahun, baru setelah wafatnya Siti Khadijah
beliau poligami selama delapan tahun. Itupun Aisyah (salah satu istri Nabi
Muhammad) cemburu walaupun Rasul menikah dengan janda miskin dan
tertindas," terang Darwati.
Hal senada juga diungkapkan pegiat
dari organisasi Balai Syura Ureung Inong Aceh bahwa praktik poligami sebenarnya
hanya akan mendiskreditkan perempuan dan nantinya akan menjadi sebuah tradisi
baru bagi kaum lelaki untuk memiliki istri lebih dari satu.
"Sebenarnya Undang-undang nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, sudah dijelaskan dengan baik bagaimana laki-laki
dibolehkan untuk poligami, akan tetapi diharuskan untuk memiliki hubungan yang
monogami," kata Soraya Kamaruzzaman, aktivis HAM dan ketua Balai Syura
Ureung Inong Aceh.
Soraya juga menyoroti salah satu pasal
dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi
Aceh malah melemahkan posisi perempuan.
Dalam pasal 48 disebutkan apabila
laki-laki yang hendak poligami dan tidak mendapatkan izin dari istri pertama,
maka sang suami boleh meminta izin nikah kepada Mahkamah Syariah.
"Kita tidak anti-Islam, tapi
seharusnya pemerintah harus memikirkan banyak hal lain, jangan pula dalam qanun
tersebut malah menjelaskan bagaimana laki-laki bisa berlaku adil dalam
memberikan kepuasan seksual, ukuran kepuasan diukur dari mana?" tanya
Soraya.
'Cegah' nikah siri?
Di tengah kontroversi yang berkembang,
rancangan qanun tentang poligami di Aceh telah diajukan ke Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh (DPRA) untuk selanjutnya dibahas.
Meski secara nasional Undang-undang
nomor 1 tahun 1974 telah mengatur poligami, landasan itu dirasa kurang memadai
sehingga di Aceh dipandang perlu mempunyai peraturan daerah, kata Kepala Dinas
Syariat Islam Aceh, Alidar.
"Banyak dari mereka yang akhirnya
menikah pada keladi-keladi liar di luar sana, sehingga terzalimi anak-anak dan
istri-istri yang dinikahi secara siri, hingga mereka tidak mendapatkan haknya,
seperti warisan," jelasnya.
Karena alasan tersebut, Alidar,
mengatakan lahirnya Rencana Qanun (RAQAN) Hukum Keluarga, tujuannya untuk tidak
membiarkan praktik pernikahan secara siri terus dilakukan di Provinsi Aceh.
"Kita tetap mendorong prinsip
pernikahan monogami, namun jika orang ingin berpoligami dia harus mengikuti
peraturan yang kita keluarkan ini," terang Alidar.
Bagaimana mau poligami, jumlah
perempuan di Aceh lebih banyak?
Berdasarkan data dari Dinas Registrasi
Kependudukan Aceh, laporan tahun 2018 menyebutkan jumlah penduduk di Provinsi
Aceh sebanyak 5.184.003 jiwa pada tahun 2017, dengan komposisi jenis laki-laki
sebanyak 2.611.997 jiwa, dan komposisi jumlah perempuan sebanyak 2.572.003
jiwa.
Setidaknya jika melihat statistik
tersebut, ketua Balai Syura Ureung Inong Aceh, Soraya Kamaruzzaman, menilai
qanun poligami tidak penting.
"Secara jumlah laki-laki lebih
banyak dari perempuan, lalu apa yang mau diatur oleh pemerintah? Seharunya
pemerintah konsen terhadap kebijakan lain," terang Soraya Kamaruzzaman.
Pembahasan Rancangan Qanun Hukum
Keluarga dijadwalkan akan dimulai pada awal Agustus 2019 di DPRA.
Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif,
mengatakan masih sangat banyak pembahasan yang harus didiskusikan kembali
terkait rancangan qanun itu, di antaranya sanksi yang belum mengatur tentang
bagaimana dengan para eksekutif dan legislatif yang sebelumnya sudah melakukan
pernikahan siri.
"Kita tidak tutup mata, di Aceh
baik eksekutif maupun legislatif memiliki istri lebih dari satu. Justru jika
qanun itu diterima pusat akan lebih jelas status istri kedua beserta dengan
anaknya," kata Musannif, Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh yang dilansir BBC Indonesia.
Musannif mengakui masih banyaknya pro
dan kontra terkait isu poligami, termasuk banyak orang berkomentar di media
sosial yang mengatakan bahwa poligami hanya keinginan para petinggi yang
memiliki jabatan dan harta.
"Ini contoh seperti larangan
narkoba, tapi masih banyak yang menggunakan. Sama juga dengan kalau kita
melarang poligami, tapi pada kenyataanya banyak pula yang melakukan pernikahan
siri," jelas Musannif.***
.(bin)
Ikuti
Terus Sumber Infomasi Dunia Di Twitter @Bintangnews.Com