Apakah Anak China Menguasai Metode Kuantum Baca '100.000 Kata Dalam Lima Menit?
BINTANGNEWS.com –
Pembaca tercepat di dunia menurut
Guinness Book of Records adalah Howard Berg dari Amerika Serikat, dengan
kecepatan membaca 25.000 kata per menit.
Sekarang berbagai kursus di China
menjanjikan cara yang dapat membuat anak mampu bersaing.
Mereka menyatakan dapat mengajarkan
anak membaca 100.000 kata dalam lima menit.
Tetapi kursus yang menawarkan teknik
"baca cepat kuantum" ini mengundang kontroversi, setelah sebuah video
yang memperlihatkan murid membaca dengan cepat, membalikkan halaman pada
perlombaan baca-cepat di Beijing, menjadi viral.
Penyelidikan
Pada perlombaan tersebut, para murid
"membaca" buku seperti mengocok kartu.
Pendukung metode ini mengatakan dengan
membalikkan halaman secara cepat, gambar yang muncul di otak pembaca membantu
mereka untuk memahami isinya.
Meskipun demikian para pengecamnya
mengatakan kursus ini adalah sebuah "penipuan" dan menggambarkan
metodenya sebagai "ilmu palsu".
Pejabat pendidikan setempat juga
bertindak: Kantor Pendidikan Shenzhen mengeluarkan pernyaaan permulaan bulan
ini terkait dengan pelarangan bagi murid sekolah dasar dan menengah untuk
mengikuti kursus baca cepat kuantum.
Mereka kemudian menyelidiki para
penyelenggara kursus.
Sejumlah ahli pendidikan mengatakan
pelatihan seperti ini tidak berdasar dan menyesatkan. Tetapi kursus ini menjadi
populer karena berbagai alasan.
Kekhawatiran tertinggal, rendahnya
melek ilmu dan kurang memadainya peraturan membuat kursus ini menarik perhatian
orang tua dan murid di China yang ingin berhasil secara akademis.
Ilansir BBC Indonesia, baca cepat kuantum dikembangkan guru Jepang Yumiko
Tobitani yang menerbitkan sebuah buku tentang metode ini pada tahun 2006.
Sejumlah media China melaporkan
terdapat sejumlah organisasi pengajaran yang memberikan layanan ini di beberapa
kota besar seperti Beijing, Shenzhen, Guangzhou dan Hangzhou.
Wakil sebuah pusat pelatihan di
Chengdu mengatakan kepada situs internet Cover News bahwa biaya kursus berkisar
antara US$4.200 - US$8.500 atau Rp59 juta - Rp119 juta.
Terdapat juga kursus dengan biaya
sampai US$14.000 atau Rp197 juta.
Sejumlah warga China menggunakan media
sosial untuk mengejek orang tua yang memasukkan anaknya ke kursus tersebut.
Beberapa pengamat juga mempertanyakannya.
Xiong Bingqi, wakil direktur 21st
Century Education Research Institute (Institut Penelitian Pendidikan abad
ke-21) di Beijing mengatakan kepada BBC bahwa metode ini tidak memiliki dasar
ilmiah dan bertentangan dengan logika pendidikan.
Tetapi kursus ini tetap mendapatkan
dukungan di China "karena orang tua mengkhawatirkan keberhasilan akademis
anak mereka dan mengharapkan jalan pintas keberhasilan," katanya,
Pada tahun 2018, koran China Youth
Daily mengungkapkan metode "membaca dengan mata tertutup".
Metode ini menggunakan "resonansi
suara gelombang otak" untuk mengaktifkan "kelenjar endokrin" di
otak, sehingga murid dapat "memahami benda, kata dan pola" meskipun
matanya tertutup.
Para orang tua berkeinginan memiliki
anak ajaib, dan mereka bersedia membayar biaya kursus agar anaknya memiliki
kekuatan super dalam waktu seketika, kata Xiong Bingqi.
"Orang tua khawatir jika mereka
sampai kehilangan satu hal, anak-anak mereka menjadi tidak dapat
bersaing."
"Orang tua yang mengirimkan
anaknya ke kursus baca cepat kuantum perlu mempertanyakannya, tetapi mereka
juga khawatir bagaiman jika hal ini ternyata akan berguna. Jika anak orang lain
mengikuti kursus sementara anak mereka tidak, mereka kemungkinan akan
tertinggal," tambahnya.
Terdapat sejumlah faktor lain di balik
kursus ini.
Rendahnya tingkat pemahaman ilmu
Chu Zhaohui, peneliti di National
Institute of Education Sciences/Institut Nasional Pendidikan Ilmu Pengetahuan
mengatakan kepada BBC bahwa kurangnya pengetahuan akan ilmu pengetahuan juga
menjadi penyebab.
Menurut Chinese National Survey of
Public Scientific Literacy/Survei Nasional Pemahaman Masyarakat akan Ilmu
Pengetahuan tahun 2018, hanya sekitar 8,5% penduduk China yang melek ilmu.
Angka ini sudah lebih baik dari pada
1,6% di tahun 2005.
Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) mendefinisikan paham ilmu pengetahuan sebagai
"kemampuan memahami masalah terkait ilmu pengetahuan dan pemikiran ilmiah,
di antara warga yang mampu berpikir".
"Banyak orang tua meyakini
informasi di atas kertas dapat disampaikan ke otak manusia melalui metode
kuantum. Padahal ini sama sekali tidak mungkin," kata Chu.
Tetapi bagaimana caranya untuk
melindungi orang tua dari godaan mendapatkan jalan pintas menjadi
berpengetahuan?
Xiong Bingqi meyakini organisasi
pelatihan perlu lebih ketat diatur. Kebanyakan pusat pelatihan baca cepat
kuantum tercatat sebagai perusahaan konsultan pendidikan.
Perbaikan sistem evaluasi pendidikan
China, yang sangat berorientasi kepada nilai, juga akan membantu, kata Chu.
"Hanya terdapat satu sumber
evaluasi dan sistem penilaian terlalu terpusat," katanya.
Bagi kebanyakan murid yang berencana
untuk belajar di China daratan, ujian masuk universitas nasional atau
"Gaokao" adalah satu-satunya tes masuk yang terstandarisasi.
Data Kementerian Pendidikan
menyebutkan jumlah peserta ujian tahun 2019 adalah 10,3 juta, yang tertinggi
sejak tahun 2010.
Chu mengatakan evaluasi
standar-tunggal mematikan berbagai kemungkinan yang ada bagi para murid.
"Sumber evaluasinya seharusnya
didiversifikasi sehingga orang tua dan murid dapat berhenti memusatkan
perhatian pada nilai dan lebih menekankan keterampilan lain," katanya.***
.(bin)